Novel ini berlatar di Reykjavík pasca-Perang Dunia II di tengah gejolak politik dan budaya saat Islandia mempertimbangkan apakah akan mengizinkan Amerika Serikat membangun pangkalan militer yang mungkin juga merupakan stasiun atom di wilayahnya. Cerita ini dinarasikan melalui sudut pandang seorang wanita muda lugu dan idealis dari pedesaan utara bernama Ugla. Ia datang ke ibu kota untuk bekerja sebagai pelayan di rumah seorang anggota parlemen. Melalui mata Ugla, pembaca disajikan gambaran masyarakat yang terpecah antara tradisi Islandia kuno yang diwakili oleh musik organ suci dan godaan materialisme dan modernisasi asing yang dibawa oleh pendudukan militer dan politik pasca-perang.